Mata, hati, dan pikiranku kaku.
Tak sanggup berimajinasi lagi
Bibirku beku
„Haruskah aku cemas menjadi anakmu?“
Terlalu kejam
Terlalu sadis
„Saudaraku kembali disiksa“
„Luntang lantung di negeri orang“
Ia tak bisa lagi berteriak membela diri
Mulutnya telah digunting
Oh…. kejamnya
Ibu pertiwiku yang anggun
Apakah ini bagian dari perjuangan?
Perjuangan kakak-kakakku Pahlawan Devisa
Bergulat dengan kejamnya pola pikir manusia beda budaya.
Demi mendapatkan sepiring nasi
Dia bukan perampok
Pekerjaannya mulia
Ibu pertiwiku yang cantik
Sakit rasanya harus berulang kali mendengar hal yang sama.
Lagi-lagi saudaraku dipermainkan
Harga diri saudaraku diinjak..
Dan mengapa kau hanya terdiam
Ibu pertiwiku yang gagah berani
Sadarkah jika kita selama ini terlalu lemah
Yang mendampingimu di belakang merah putih
hanya akan turut prihatin atas semua kejadian yang menginjak-injak martabat bangsa
Tanpa pembelaan yang memuaskan
Mungkinkah mereka terlupakan
Foto mereka yang lugu itu tertutup berkas-berkas kasus keren kaum Elit.
Seperti kajadian-kejadian sebelumnya.
Oh Ibu pertiwiku yang cantik
Betapa cemasnya aku manjadi anakmu.
Ada apa dengan Negeriku?
Aku merasa nyawaku tidak berarti.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar